Created by: Ajeng Triani Putri / 7111171075 / Konsumen-C
Hallo everyone! Hope
you keep stay at home, enjoy, and healthy!
Berbicara stay
at home, Yup! Kali ini saya akan bahas sedikit tentang pandemi COVID-19
yang sudah menyebar
ke berbagai belahan negara di dunia termasuk juga negara kita Indonesia,
sehingga kita diharuskan untuk berdiam diri di rumah. Yang akan saya bahas ialah perubahan apa saja sih yang
terjadi dari perilaku konsumen atau kita sebagai masyarakat, saat sebelum
maupun sesudah ada pandemi COVID-19. Tentu beberapa hal dan perubahan yang
terjadi sering tidak kita sadari secara langsung di saat menghadapi keadaan
seperti ini.
Seperti yang sudah
kita ketahui, saat ini dunia sedang mengalami krisis yang disebabkan oleh
pandemi COVID-19 atau nama virusnya ialah Corona. Virus ini berhasil merubah
perilaku masyarakat yang merupakan konsumen, seperti karena adanya aturan dan
keharusan untuk social dan physical distancing. Dengan adanya PSBB
(Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan aturan pemerintah terbaru dalam
menyikapi pandemi ini, seperti yang telah disebutkan tadi bahwa masyarakat
dilarang keluar rumah (stay at home)
jika tidak ada urusan penting seperti berbelanja kebutuhan pokok atau masih diharuskan
bekerja. Semua aktivitas di luar rumah dihentikan, lembaga pendidikan diliburkan
menjadi daring, sebagian besar pekerjaan harus dilakukan di rumah (work from home), restoran, kafe, dan
mall pun ditutup.
Kondisi ini sebagian
besar dimanfaatkan oleh pebisnis untuk beradaptasi terhadap perubahan perilaku
konsumen dan meningkatkan strategi penjualannya. Perilaku konsumen berhubungan
dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk
dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Oleh karena itu di saat
kondisi pandemi seperti ini, konsumen akan sangat mengincar segala kebutuhannya
agar tetap terpenuhi meskipun berdiam diri di rumah.
Awalnya konsumen sangat senang mengincar dan membeli produk/barang
yang murah, diskon, serta mampu memenuhi hasrat keinginannya/sebatas pemenuhan
hobi saja, namun saat kondisi pandemi seperti ini, konsumen akan cenderung
mengabaikan harga dan lebih memperhatikan nilai. Konsumen akan cenderung
mengenyampingkan ego atau hedonisme mereka. Contoh umumnya ialah produk
sanitasi (handsanitizer, tisue, sabun,
karbol, cairan pembersih lainnya), kesehatan (masker, makanan sehat, suplemen,
vitamin), dan suplai makanan yang sangat diincar oleh masyarakat karena dinilai
sangat penting untuk bertahan hidup dan terhindar dari pandemi COVID-19. Namun,
sangat disayangkan bahwa masyarakat banyak yang serakah dan berlebihan dalam
kuantitas ketika berbelanja, sehingga terjadi banyak kelangkaan barang. Perilaku
seperti ini disebut sebagai perilaku panic
buying.
Alasan Ilmiah dan secara Psikologis Masyarakat “Panic Buying”
Source: Ilustasi
dari panic buying | todayonline.com
Panic
Buying, tentu tidak terjadi
begitu saja. Ada alasan ilmiah di balik hasrat masyarakat berbelanja dengan
berlebihan karena merasa cemas dan takut akan pandemi COVID-19. Masyarakat
banyak membeli produk-produk yang mampu mencegah dari pandemi seperti handsanitizer, masker, dan produk
sanitasi lainnya secara berlebihan bahkan ada yang sampai menimbun untuk dijual
dengan harga yang tinggi. Dilansir dalam kompas.com,
hal ini dijelaskan oleh Psikolog Anak dan Keluarga, Anna Surti Ariani, S.Psi,
M.Si. “Dalam kondisi tertentu, rasa cemas
akan berubah menjadi panik lewat sistem limbik. Kalau sudah begini, rasa takut
dan cemas tidak bisa dikontrol” jelasnya.
Pada kasus panic buying, yang terjadi adalah kita melakukan sesuatu bukan
karena hal itu benar atau salah, namun dilakukan karena kita rasa bisa
menyelamatkan hidup kita. Seperti dilansir dalam CNN Indonesia, menurut Ketua
Pusat Krisis UI Dicky Palupessy, “Secara
psikologis, merebaknya virus corona menguatkan pikiran kita akan kematian.
Ketika kita diingatkan tentang kefanaan tersebut, maka orang bisa menjadi lebih
impulsif, termasuk impulsif pada membeli barang“. Hal ini sejalan juga dengan pendapat Steven Taylor, penulis dan psikolog klinis. Dikutip dari CNN, ketika orang mendengarkan pesan yang bertentangan tentang risiko virus dan seberapa serius mereka harus bersiap, orang cenderung mengambil jalan yang ekstrem. "Sehingga, jika orang mempersepsikan semua orang membeli dan menumpuk barang, maka akan terdorong melakukan hal yang sama," ujar Dicky lagi.
Namun kondisi ini dapat dicegah, jika rasa
cemas dan panik dirasa mulai terjadi pada tubuh kita. Bernapaslah dalam-dalam hingga
10-20 hitungan, itu dapat membuat kita berpikir jernih dan menyadari sesuatu.
Aliran darah menjadi lebih lancar dan oksigen akan naik ke otak. Jika tidak di
atasi dan kepanikan terus terjadi, kita dapat menjadi stress karena kebutuhan yang tidak terpenuhi itu.
Beralih menjadi Berburu di
Online Shopping?
Karena menghindari terjadinya panic buying, pemerintah pun kembali memberikan aturan yaitu
himbauan kepada setiap swalayan agar memberikan pembatasan kuantitas kepada
pembeli dan pembatasan pengunjung serta jam operasional buka.
Namun karena larangan tersebut dan taktik para
pebisnis yang gencar membuat strategi, masyarakat pun beralih jadi berbelanja online. Kini tidak hanya generasi
millenial saja yang mengakses situs-situs belanja online dan e-commerce,
semua kalangan baik muda maupun orang tua sudah mampu beradaptasi untuk
berbelanja online. Menurut McKinsey, konsumen online pada saat dan pasca-pandemi juga akan didominasi oleh
generasi boomer (generasi tua). Ini terjadi karena dirasa lebih
efisien dan efektif juga untuk mengikuti aturan pemerintah berdiam diri di
rumah.
Selain itu karena sekarang apapun mudah dicari dan
didapat secara online. Dari mulai
bahan makanan nabati hingga hewani tersedia karena supermarket, pasar
tradisional, jual grosir, hingga toko-toko kelontong pun memiliki layanan pesan
online. Sasaran utama masyarakat
terkait kebutuhan sanitasi dan kesehatan pun mudah didapat dibanding membeli
langsung di supermarket yang sudah terjadi kelangkaan.
Online shopping tentu menjadi perburuan masyarakat dan juga daya
saing terbaru bagi dunia pasar. Tidak hanya lebih mudah, harga yang ditawarkan
pun lebih hemat, masyarakat kini tidak perlu berdesak-desakkan untuk membeli dan
mendapatkan produk, selain itu uang non-tunai lah yang lebih sering digunakan
dibanding uang tunai, sehingga social dan physical distancing pun tetap ditaati karena
lebih aman dari bersentuhan secara langsung dengan orang lain.
Dengan perubahan-perubahan yang terjadi karena adanya
pandemi COVID-19 ini, sebagai konsumen maka kita harus dapat menyikapi dan
beradaptasi dengan baik. Tidak perlu berbelanja yang berlebihan, pilihlah
produk dan barang sesuai kebutuhan saja agar tidak terjadi suatu kelangkaan
produk. Tetap jaga kebersihan dan kesehatan, meskipun belanja online lebih aman, tetap waspada dari
barang yang diterima secara online, lebih
baik disemprotkan dengan cairan disinfektan
terlebih dahulu atau langsung dibuka dan dibuang bungkus/kemasannya.
Setelah itu jangan lupa sering mencuci tangan! Jika harus keluar rumah, jangan
lupa menggunakan masker dan tetap lakukan social & physical distancing.
Oke cukup sekian bahasan sekaligus sharing kali ini, semoga bermanfaat! Don’t be a panic guys! Keep stay at home and
keep healthy everyone!
Sumber: